Kamis, 05 Mei 2011

Komunikasi Pemasaran Sosial

oleh : Dina Ekayanti

Ketika berbicara strategi social marketing atau pemasaran sosial, pertanyaan
pertama yang muncul adalah wujud rancangan strategi. Selanjutnya yang menjadi hal
penting adalah cara menyusun strategi dan cara menerapkannya. Lalu dari mana
organisasi nirlaba harus memulai? Apakah dengan mengadopsi begitu saja strategi
pemasaran bisnis dalam “menjual” gagasan?

Strategi pemasaran bisnis = pemasaran sosial?
Berdasarkan definisi dari para ahli, social marketing pada dasarnya
merupakan aplikasi strategi pemasaran komersil untuk “menjual” gagasan dalam
rangka mengubah sebuah masyarakat, terutama dalam manajemen yang mencakup
analisa, perencanaan, implementasi dan pengawasan.
Lalu bagaimana organisasi nirlaba perlu memahami dan merancang strategi
social marketing berdasarkan pemahaman ini? Selain penerapan 9 elemen marketing
yang telah dikenal (segmentasi pasar, target, positioning, diferensiasi, marketing mix,
selling, brand, service dan process), pada dasarnya marketing menurut Hermawan
Kertajaya adalah sesuatu yang sederhana. Ia mengumpamakannya sebagai seni
“menjual” diri (selling self) atau organisasi. Apabila seseorang atau organisasi
mempraktikkan prinsip-prinsip: promosi tanpa memaksa, memahami dan menerapkan
positioning secara tepat, memahami branding dan diferensiasi berarti lembaga atau
seseorang perusahaan telah menjalankan marketing dengan benar.
Apa saja landasan pemasaran secara umum yang dapat diterapkan pada
pemasaran sosial? Hermawan mengistilahkan dasar-dasar marketing sebagai “3i
Marketing Triangle”, yaitu positioning (cara sasaran/publik yang hendak diubah
perilakunya mendefinisikan perusahaan/organisasi dengan kompetitor), differentiation
(perbedaan ) dan brand (keunikan, ketajaman, dan fokus sebuah produk
dibandingkan dengan produk lainnya, bisa berupa logo dan bentuk unik).

Yang dimaksud dengan cause promotions adalah upaya menyediakan dana
dalam bentuk kontribusi atau sumber lainnya untuk meningkatkan kesadaran atau
kepedulian terhadap masalah sosial. Pilihan lainnya adalah cause related marketing,
yaitu komitmen untuk menyumbangkan atau mendonasi sejumlah uang dari
penjualan produk. Yang ketiga adalah social marketing, yang merupakan upaya untuk
mendukung implementasi dan/atau mengubah perilaku masyarakat. Yang berikutnya,
filantropi perusahaan, sebagai contoh membuat kontribusi langsung dalam
menyumbangkan sejumlah dana untuk kemanusiaan. Yang kelima, community
volunteering, yaitu upaya perusahaan dalam mendukung kegiatan karyawan dalam
kegiatan sukarela.
Poin yang paling akhir yang paling sulit dilaksanakan oleh dunia bisnis adalah
socially responsibility bussiness practices. Sebagaimana yang dilakukan oleh Anita
Roddick dengan “The Body Shop”. Ia yang melakukan hal ini dengan membeli produk
langsung dari komunitas atau suku asli yang membudidayakan tanaman di
daerahnya, seperti Brazilian Nut. Hal lain yang juga dilakukan perusahaan kosmetik
dan perawatan kesehatan ini adalah membuat semua produknya melalui proses yang
ramah lingkungan.
Marketing seharusnya tidak dipandang hanya sebagai sebuah alat atau
seolah anggota tubuh. Pandanglah marketing sebagai sebuah keseluruhan (the
whole), sesuatu yang menyeluruh. Menurut Hermawan, di masa kini visi, misi dan
nilai-nilai organisasi tidak hanya melibatkan intelektualitas (mind) dan hati (heart),
melainkan juga ruh (spirit). Penjabaran dapat dilihat pada bagan “3² Values-Based
Matrix”. Intinya, pandanglah marketing sebagai the whole (menyeluruh dan utuh) dan
bukan sekadar alat atau diandaikan anggota tubuh. Kuasai filosofi branding dan unsur
segitiga pemasaran lainnya!
Penerapan teknik pemasaran dalam melaksanakan program-program
organisasi nirlaba membutuhkan strategi. Tentu saja strategi yang digunakan sedikit
berbeda dibandingkan dengan memasarkan produk barang. Menurut Linda D.
Ibrahim perbedaan yang prinsip terletak pada tambahan “2 P” pada marketing mix
bisnis yang hanya terdiri dari “4 P”. Yaitu, partnership (kemitraan) dan policy
(kebijakan).
Apa artinya? Praktik pemasaran sosial tak ada artinya apabila kemitraan tidak
dijadikan tujuan organisasi. Menurut Andreason, penekanannya adalah pada
masyarakat luas, langsung mempengaruhi perilaku dan kebutuhan atau kepentingan
target sasaran sebagai dasar pertimbangan. Demikian pula, social marketing tak ada
artinya apabila tidak diikuti atau dilanjutkan dengan upaya mendorong tersusunnya
sebuah kebijakan.
Salah satu contoh pembentukan sistem kebijakan adalah adanya
tax reduction (pemotongan pajak) bagi lembaga atau korproasi yang menyumbang.
Pajak yang jumlahnya reduksi ini bisa menjadi bagian dari advokasi organisasi nirlaba
sehingga pada akhirnya organisasi tidak tergantung semata-mata kepada donor.

Komunikasi Publik dan Social Marketing
Komunikasi publik dan pemasaran sosial dapat bertemu pada dua hal. Yaitu,
“public communication of public interest” dan “involving public” (“Public
Communication Campaigns”, Ronald E. Rice & Charles K. Atkin, Sage, 2000). Jadi,
keduanya merupakan upaya komunikasi publik untuk menyuarakan kebutuhan
masyarakat dan sifatnya melibatkan masyarakat. Keduanya tak terpisahkan dan
saling mempengaruhi.
Mengapa upaya menyampaikan gagasan untuk mengubah perilaku
masyarakat kerapkali kurang berhasil? Atau, bahkan gagal? Salah satu penyebab,
adalah gagalnya organisasi dalam melakukan komunikasi publik. Atau, bisa jadi
gagasan organisasi tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat.
Menurut pakar komunikasi, Effendi Ghazali, masalah komunikasi publik dan
pemasaran sosial di Indonesia pada umumnya disebabkan karena: 1.) Publik kurang
dianggap penting di Indonesia, dan akhirnya komunikasi publik kurang berkembang.
Publik selama ini lebih diwakili oleh sekelompok orang dalam aksi demo, misalnya. 2.)
Media massa sedang ada di masa transisi dari sistem otoriter ke libertarian; 32.)
Komunikasi publik sering tercampur dengan sosialisasi, dan 43.) Pemasaran sosial
sering tercampur dengan kehumasan (Public Relation). Pada akhirnya, dibutuhkan
sebuah proses yang cukup panjang agar semua proses “belajar” masyarakat berjalan
lancar.
Konsultasi publik adalah bagian dari public communication. Public relation
merupakan salah satu alat untuk konsultasi publik. Cara melakukannya adalah
dengan menyelenggarakan forum komunikasi untuk mengonsultasikan dengan publik
tentang kepentingan publik antara pihak tertentu dengan aneka stakeholders yang
telah dianalisis sedemikian rupa relevansinya dengan kepentingan publik yang ingin
dibahas. Pentingnya 70% “Konsultasi Publik” dan 30% saja “Sosialisasi”. Yang sering
terjadi di Indonesia adalah tidak dilakukannya konsultasi publik, yang diganti dengan
penonjolan “sosialisasi”. Sosialisasi yang dimaksud adalah dalam konteks “memaksa”
atau “mempersuasi” masyarakat untuk menerima suatu kebijakan pemerintah
Yang sebaiknya dilakukan organisasi adalah mengarahkan hubungan
masyarakat (kehumasan) kepada pemasaran sosial yang sesungguhnya. Langkah
awalnya adalah dengan menciptakan makna bersama-sama dengan publik yang
menjadi sasaran program.
Hal lain yang jadi kendala, menurut Effendi, ada semacam sistem yang belum
tersentuh oleh publik dalam hal pelaksanaan konsultasi publik oleh departemen
maupun badan legislatif (DPR). Dalam pelaksanaan konsultasi publik, DPR dan
departemen sesungguhnya memiliki anggaran dalam jumlah yang cukup besar.
Effendi menyarankan instansi dan legislatif melakukan tender yang transparan agar
publik benar-benar dapat terlibat dan proses konsultasi publik benar-benar berjalan.
Inilah merupakan salah satu syarat dari social marketing efektif, yaitu formasi
kebijakan atau policy formulation.

1 komentar:

  1. Terimakasih komsar sosnya, untuk menambah materi tugas kul saya saya doakan semoga tetap sehat tetap tuliasannya.
    Semoga berkah

    BalasHapus